Mantan Ketua "Palang Merah Remaja (PMR)" yang Jadi Herbalis
Sejak belia muslimah yang selalu nampak energik ini telah tertarik di bidang pengobatan dan sosial. Hal ini terbukti dari keterlibatannya mejadi Dokter Kecil sewaktu duduk di bangku SD, lalu menjadi anggota PMR di SMP dan SMA sekaligus menjadi ketuanya. Bahkan dia juga tercacat pernah menjadi anggota aktif Satgas PMI Jawa Barat. Seabrek prestasi pernah diraihnya selama menjadi anggota PMR. Tak heran jika kemarihannya dalam mengobati orang berlanjut dan terus berkembang hingga kini. Meskipun tidak berhasil untuk mewujudkan mimpi menjadi dokter, kini Mey Triwulan Sari mulai menekuni sebagai seorang terapis herbalis, yang mengusung pengobatan Islam ala Rasulullah SAW, Thibun Nabawi.
Bagaimana kisah sukses ibu dua anak ini dalam dunia herbal ? Berikut wawancara kami - Majalah Herbalis Indonesia edisi April 2009 - dengan Mey Triwulan Sari di Hotel Acacia Jakarta.
MHI : Bagaimana awalnya anda bisa tertarik terjun ke Thibun Nabawi ?
Mey : Saya menyadari bahwa obat2 kimia memiliki dampak buruk bagi kesehatan. Alih-alih mengobati yang ada malah fungsi tubuh semakin digerogoti. Karena sejak kecil saya tertarik dengan dunia pengobatan maka saya berniat untuk mencari pengganti obat kimia. Alhamdulillah saya dipertemukan Allah dengan HPA (Herbal Penawar Alwahida). Melalui HPA-lah saya belajar lebih dalam mengenai pengobatan herbal mulai dari terapi hingga obat2an herbal. Dan saya berkomitmen menjadi bagian untuk mengembangkan Thibun Nabawi.
MHI : Prospek bisnis apa yang anda lihat dari HPA ?
Mey : Bisnis akhirat ... hahaha... jujur awalnya saya bergabung di HPA hanya tertarik dengan pengobatan herbalnya saja, tidak dengan bisnis MLM-nya. Namun dewasa ini saya menyadari bahwa kelemahan umat Islam adalah dalam masalah kapital (ekonomi). Mengapa umat Islam banyak yang sakit ? Karena mereka tidak cukup gizi (meski juga ada faktor konspirasi vaksin), pola makan dan pola hidup yang kacau, tidak memiliki pendidikan yang baik. Semua itu karena penghasilan mereka kecil. Maka akhirnya saya memutuskan untuk terjun secara total bersama HPA (baca: berdakwah bersama HPA). Baik dari segi pengobatan maupun pengembangan ekonomi ummat. Dan hal ini sejalan dengan mimpi saya untuk bisa menjadi The Next Khadijah. Amin ya Allah.
MHI : Amin ...
MHI : Di Indonesia kan hingga saat ini masih kuat sekali image bahwa pengobatan herbal = pengobatan tradisional atau alternatif. Bagaimana pandangan anda mengenai hal ini ?
Mey : Memang hal itu tidak saya pungkiri. Pemerintah sendiri masih menjadikan pengobatan herbal sebagai second class. Padahal di Jerman sudah ada gelar untuk dokter herbal yaitu nd (natural doctor) sekelas dengan dokter umum. Tapi di Indonesia, tokoh herbal sekaliber dr. Hembing saja masih diberi julukan pengobatan alternatif (yang konotasinya sangat rendah). Memang butuh banyak informasi yang diberikan ke masyarakat. Tidak jarang saya mengalami 'serbuan' koment, namun menurut saya itu wajar karena setelah berpuluh tahun kita dijajah oleh pengobatan konvesional dan mendarah daging maka akan sangat sulit untuk mengubahnya secara instan. Semua butuh waktu dan insya allah itu semua akan ada hasilnya.
MHI : Apa anda mengalami kesulitan dalam melakukan sosialisasi ini ?
Mey : Sebenarnya tidak selalu. Alhamdulillah saya dikelilingi oleh orang2 yang sudah paham agama dengan baik, mereka sangat percaya bahwa semua yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah yang terbaik termasuk Thibun Nabawi. Namun tantangannya datang ketika saya harus mengedukasi masyarakat yang pemahaman agama dan pendidikannya kurang. Banyak yang tidak paham apa bedanya pengobatan kimia dengan herbal. Mengapa kimia itu bahaya, dll. Contohnya, dilingkungan tempat tinggal saya, hanya saya yang tidak memberikan imunisasi kepada anak. Dengan penuh keheranan ibu-ibu Posyandu dan PKK menyerbu rumah saya dan bertanya ini - itu tentang keberatan saya dengan imunisasi. Saya jelaskan kepada mereka, apa itu vaksin, terbuat dari apa, dll. Ada yang menerima ada yang tidak. Bahkan ada menganggap saya ini aneh. Ya, tidak apa-apa. Semoga dengan berjalannya waktu paradigma mereka bisa berubah.
MHI : Apa sih resep sukses anda menjadi entrepreneur yang herbalis dan herbalis yang entrepreneur ?
Mey : Wah, sebenarnya saya sangat berat jika dibilang sukses. Saya ini belum pantas dibilang sukses, ilmu saya masih sangat minim dan saya juga baru bergabung sebagai mujahid herbal ko. Sekedar berbagi aja kali ya .... saya memulai semuanya dengan nol. Saat belajar saya mencoba menjadi gelas kosong, sehingga ilmu yang baru diterima dapat lebih mudah masuk. Langkah kedua saya harus action, ilmu yang telah saya terima (meski baru sedikit) langsung diaplikasikan. Baru belajar bekam langsung PD aja untuk nyari 'korban' yang siap diisap daranya. Baru belajar diagnosa telapak tanggan, langsung getol memeriksa tangan setiap ketemu orang. Baru ngerti colon cleansing udah langsung menularkan ke teman2. Begitu juga dengan imunisasi, langsung deh sosialisasi dimana2 tentang bahayanya. Pokoknya kudu action jangan cuma diem nunggu ilmu banyak baru action. Amalkanlah meskipun hanya satu ayat, begitulah kira-kira.
MHI : Terus untuk bisnisnya gimana ? Berapa modal pertama yang dikeluarkan ?
Mey : Modal ? Wah-wah kalo boleh dibilang sih sebenarnya tanpa modal. Kalau pun ada sangat minim. Awalnya saya cuma punya niat untuk maju dan berubah. Lalu perlahan-lahan saya menyisihkan pendapatkan saya untuk belajar investasi. Dari modal yang terbatas itu saya putar sehingga saya bisa menambah jumlah investasi saya. Dan ketika jumlah investasinya sudah lebih banyak, maka saya bertambah PD untuk menambah jumlah produk. Alhamdulillah, saat ini saya sudah punya tabungan yang insya allah akan saya investasikan untuk membuat Radix Cafe. Mohon doanya saja.
MHI : Kalau boleh tau, berapa nominal rupiah anda pertama kali ?
Mey : Lima ribu rupiah. Percaya gak ??? Saat itu saya ikut PBC yang dibiayai seorang sahabat lalu disana saya disuruh menjual produk dengan modal minimal lima ribu rupiah. Saya ambil resiko terendah dengan modal lima ribu itu, dan ternyata terjual. Lalu saya belikan lagi produk yang sama hingga berputar modal mencapai tiga ratus ribu rupiah. Saya lalu menambah jumlah produk dan memutar keuntungan yang diterima. Terus begitu hingga saya berani membeli produk hingga satu juta rupiah dalam sebulan. Bagi saya ini baru awal perjalanan maka jangan menganggap saya dah sukses ya ... malu nih. Tapi gak apa deh itung2 sebagai doa juga kan ?!
MHI : Apa harapan anda saat ini ?
Mey : Saya ingin memberikan yang terbaik bagi umat. Saya mau menjadi orang yang paling bermanfaat dan tidak sia-sia terlahir ke dunia ini. Saya sangat yakin bahwa Allah menciptakan saya ke dunia ini bukan tanpa misi, bukan tanpa alasan dan saya yakin Allah pun tidak pernah mencipatakan hambaNya untuk menjadi biasa-biasa saja. Ada potensi luar biasa dalam diri kita dan kewajiban kita adalah mengeluarkan seluruh potensi. Dan saya yakin saya terlahir bukan untuk sekedar menjadi orang yang biasa itu. Yakin pada potensi diri, karena Allah bersama prasangka hambaNya.
Memang menyenangkan berbincang dengan sosok muslimah yang satu ini. Semangat dan sikap optimis itu selalu terlihat disetiap langkahnya. Wawancara kami tutup dengan saling berjabat tangan hangat dan berfoto bersama. (RF)
[Tulisan ini dimuat di Majalah Herbal Indonesia edisi April 2009 dalam rubrik Inspirasi Muslimah. Sengaja saya tampilakn disini atas permintaan seorang sahabat -Nie- di Bogor yang ingin memulai bisnis. Ayo semangat Nie .... kamu pasti bisa ;) ]
Sumber:
http://meythree.multiply.com/journal/item/62/Mantan_Ketua_PMR_yang_Jadi_Herbalis